MAKALAH HUKUM PERUSAHAAN
KELOMPOK 2
TOPIK: KEWENANGAN DAN
TANGGUNG JAWAB RUPS
KEWENANGAN DAN TANGGUNG
JAWAB RUPS PADA PERSEROAN TERBATAS
Oleh:
SAFRI AWAL
(P3600215005)
Program Studi
Kenotariatan
FAKULTAS HUKUM
Universitas
Hasanuddin
MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai sebagai tanggung jawab saya
sebagai mahasiswa yang turut serta mengikuti mata kuliah Hukum Perusahaan yang dibimbing
oleh dosen kami tercinta.Dr. Oky Deviany
Burhamzah, S.H., M.H, dan tak lupa pula saya mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik berupa saran atau masukan.
Dan
harapan saya semoga makalah ini dapat sedikit memberikan sumbangsih pengetahuan
dan pengalaman bagi orang-orang yang sempat membacanya, dan kiranya untuk kedepan
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya tentu sadar bahwa masih
banyak kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Makassar,
27 Desember 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa
ini perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam kehidupan masyarakat
modern, hal ini disebabkan perusahaan merupakan salah satu pusat kegiatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Bagi Negara, keberadaan
sebuah perusahaan tidak dapat dipandang sebelah mata, karena memberikan
kontribusi yang sangat besar sebagai sumber pendapatan Negara, utamanya dari
sektor pajak dan disektor lain keberadaan suatu perusahaan merupakan sarana
untuk menampung tenaga kerja.
Kontribusi
perusahaan bagi bangsa Indonesia utamanya bagi masyarakat pencari kerja tentu
sangat penting, dimana perusahaan dapat menampung dan mempekerjakan putra-putri
bangsa untuk keberlangsungan kehidupan dan demi mewujudkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Adapun bentuk perusahaan yang diyakini sebagai salah satu
pilar pendorong kemajuan kesejahteraan Bangsa Indonesia yaitu badan usaha
berbadan hukum yang salah satu jenisnya adalah Perseroan Terbatas (PT).
Sri Redjeki Hartono
memberikan pengertian perseoan terbatas adalah sebuah persekutuan untuk
menjalankan perusahaan tertentu dengan menggunakan suatu modal dasar yang
dibagi dalam sejumlah saham atau sero tertentu, masing-masing berisikan jumlah
uang tertentu pula ialah jumlah nominal, sebagai ditetapkan dalam akta notaris
pendirian perseroan terbatas, akta mana wajib dimintakan pengesahannya oleh Menteri
Kehakiman, sedangkan untuk jadi sekutu diwajibkan menempatkan penuh dan
menyetor jumlah nominal dari sehelai saham atau lebih.[1]
Sedangkan
menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas menjelaskan bahwa “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut
Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.
Keberlangsungan
usaha ataupun keberhasilan sebuah PT tentu tidak lepas dari usaha-usaha yang
dilakukan oleh para pemangku kepentingan didalamnya, dimana keseluruhan bagian
dari PT tersebut bekerja secara maksimal dengan tujuan untuk tercapainya visi
dan misi dari sebuah PT, dalam hai ini tentu peranan organ-organ yang ada
didalam sebuah PT sangat berpengaruh, adapun organ-organ yang terdapat dalam
sebuah PT yakni diantaranya adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi
dan Dewan Komisaris. Peranan ketiganya tentu sangat vital seperti RUPS yang
dianggap sebagai penentu kebijakan yang akan menentukan langkah-langkah atau
tindakan-tindakan yang akan dilakukan sebuah PT dan tentu diyakini sebagai
penentu berhasil atau tidaknya sebuah PT.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
pemaparan latar belakang diatas maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa
pengertian RUPS?
2. Sejauh
mana kewenangan sebuah RUPS?
3. Seperti
apa tanggung jawab sebuah RUPS?
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Pasal
1 angka 4 UUPT No. 40 Tahun 2007 menjelaskan yang dimaksud dengan RUPS adalah
organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi
atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan/atau
Anggaran Dasar.
Menurut
Abdulkadir Muhammad, wewenang
eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat ditiadakan selama tidak
ada perubahan undang-undang, sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar
semata-mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia yang dapat diubah melalui perubahan anggaran dasar
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang.[2]
RUPS memutuskan hal-hal penting mengenai
kebijakan suatu perseroan yang tidak terbatas pada pengangkatan atau
pemberhentian komisaris dan direksi saja. Wewenang RUPS tersebut terwujud dalam
bentuk jumlah suara yang dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam RUPS
dapat digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan seperti, rencana penjualan
aset dan pemberian jaminan utang, menyetujui laporan keuangan yang disampaikan
oleh direksi, pertanggungjawaban direksi, rencana penggabungan, peleburan,
pengambilalihan dan rencana pembubaran perseroan.[3]
B. Kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS)
Kewenangan
Rapat Umum Pemegang Saham Menurut UUPT No. 40 Tahun 2007, adalah sebagai
berikut:
1. Menyetujui
perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri untuk kepentingan perseroan yang
belum didirikan sehingga perbuatan hukum calon pendiri tersebut mengikat
perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum (Pasal 13 ayat (1) UUPT).
2. Menyetujui
perbuatan hukum yang dilakukan pendiri setelah pendirian PT namun sebelum PT
memperoleh status badan hukum (Pasal 14 UUPT).
3. Menyetujui
usulan perubahan anggaran dasar perseroan (Pasal 19-28 UUPT).
4. Menyetujui
penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak (Pasal 34 ayat (3) UUPT).
5. Menyetujui
hak tagih pemegang saham atau kreditor terhadap perseroan sebagai kompensasi
penyetoran saham dalam permodalan perseroan (Pasal 35 UUPT).
6. Menyetujui
maksud Perseroan untuk membeli kembali saham (buyback) yang telah dikeluarkan (Pasal 38 UUPT).
7. Menyerahkan
kewenangan untuk memberikan persetujuan atas maksud perseroan untuk membeli
saham (buyback) yang telah
dikeluarkan kepada Dewan Komisaris (Pasal 39 UUPT).
8. Menyetujui
penambahan modal perseroan yaitu modal dasar, modal ditimpatkan dan modal
disetor (Pasal 41 ayat (1) UUPT).
9. Menyerahkan
kewenangan untuk memberikan persetujuan pelaksanaan keputusan RUPS tentang
penambahan modal perseroan kepada Dewan Komisaris (Pasal 41 ayat (2) UUPT).
10. Menyetujui
pengurangan modal perseroan, yaitu modal dasar, modal ditempatkan, dan modal
disetor (Pasal 44 ayat (1) UUPT).
11. Menyetujui
pemindahan hak atas saham apabila disyaratkan oleh anggaran dasar perseroan
(Pasal 57 ayat (1) huruf b UUPT).
12. Menyetujui
rencana kerja tahunan yang disusun direksi apabila disyartkan oleh anggaran
dasar perseroan (Pasal 64 ayat (2) dan (3) UUPT).
13. Menolak
untuk mengesahkan laporan keuangan perseroan yang termasuk dalam kualifikasi:
perseroan yang bergerak di bidang pegerahan dana masyarakat atau perseroan yang
mengeluarkan surat pengakuan utang atau perseroan yang merupakan perseroan
terbuka atau perseroan merupakan persero atau perseroan yang mempunyai aset
dan/atau jumlah peredaran usaha paling sedikit Rp. 50.000.000.000,00 (Lima
Puluh Milliar Rupiah) atau perseroan yang laporan keuangannya wajib diaudit
akuntan publik sebagaimana diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, yang
mana direksi perseroan tersebut ternyata tidak menyerahkan laporan keuangan
perseroan tersebut kepada akuntan publik untuk diaudit (Pasal 68 ayat (1) dan
(2) UUPT).
14. Menyetujui
laporan tahunan perseroan dan mengesahkan perhitungan tahunan perseroan (Pasal
69 ayat (1) UUPT).
15. Menyetujui
penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan
(Pasal 71 ayat (1) UUPT).
16. Mengatur
tata cara pengambilan deviden yang telah dimasukkan kedalam cadangan khusus
(Pasal 73 ayat (2) UUPT).
17. Menytujui
penggabungan (merger), peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan
permohonan agar perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu
berdirinya dan pembubaran perseroan (Pasal 89 ayat (1) UUPT).
18. Pembagian
tugas direksi (Pasal 92 ayat (5) UUPT).
19. Mengangkat
anggota direksi (Pasal 94 ayat (1) UUPT) dan anggota dewan komisaris (Pasal 111
ayat (1) UUPT).
20. Memberhentikan
anggota direksi (Pasal 94 ayat (5) juncto Pasal 105 ayat (1) UUPT) dan anggota
dewan komisaris (Pasal 115 ayat (5) dan Pasal 119 UUPT).
21. Menetapkan
besaran gaji dan tunjangan anggota direksi (Pasal 96 ayat (1) UUPT) dan besaran
gaji atau honorarium dan tunjangan anggota dewan komisaris (Pasal 113 UUPT).
22. Menetapkan
pembatasan atau persyaratan kewenangan direksi (Pasal 98 ayat (3) UUPT).
23. Menunjuk
pihak di luar anggota direksi dan dewan komisaris perseroan untuk mewakili
perseroan dalam hal terdapat seluruh anggota direksi dan dewan komisaris
mempunyai benturan kepentinga (conflict
of interest) dengan perseroan (Pasal 99 ayat (2) huruf c UUPT).
24. Menyetujui
maksud direksi untuk mengalihkan kekayaan atau menjadikan jaminan utang
kekayaan perseroan yang merupakan lebih dari 50% (Lima Puluh Persen) dari
kekayaan bersih Perseroan (Pasal 102 ayat (1) UUPT).
25. Menyetujui
atau menolak rencana/maksud direksi untuk mengajukan permohonan pailit atas
perseroan (pasal 104 ayat (1) UUPT).
26. Mencabut
atau menguatkan keputusan dewan komisaris yang memberhentikan sementara anggota
direksi (Pasal 106 ayat (6) UUPT).
27. Meminta
laporan dewan komisaris tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selam
tahun buku yang baru lampau (Pasal 116 huruf c UUPT).
28. Memberikan
kewenangan kepada dewan komisaris untuk melakukan tindakan pengurusan perseroan
apabila direksi tidak ada atau apabila seluruh anggota direksi mempunyai
benturan kepentingan dengan perseroan (Pasal 118 atat (1) UUPT).
29. Mengangkan
komisaris independen (Pasal 120 ayat (2) UUPT)
30. Menyetujui
rancangan penggabungan yang disusun direksi dan sebelumnya telah mendapatkan
persetujuan dewan komisaris perseoan (Pasal 123 ayat (3) UUPT).
31. Menyetujui
pengambilalihan (Pasal 125 ayat (4) juncto Pasal 126 ayat (2) dan Pasal 127
ayat (1) UUPT) dan rancangan pengambilalihan (Pasal 128 ayat (1) UUPT).
32. Menyetujui
pembubaran perseroan (Pasal 142 ayat (1) huruf a UUPT).
33. Menunjuk
likuidator (Pasal 142 ayat (3) juncto Pasal 145 ayat (2) UUPT).
34. Menyetujui
laporan pertanggungjawaban likuidator atas likuiditas perseroan yang
dilakukannya (Pasal 152 ayat (1) UUPT).
Dari 34 (Tiga Puluh Empat) kewenangan
RUPS diatas, tampak bahwa disamping kewenangan umum (Pasal 1 angka 4 dan Pasal
75 ayat (1)), terdapat juga kewenangan RUPS yang bersifat spesifik berupa
pemberian persetujuan atas tindakan direksi atau dewan komisaris atau
mengeluarkan penetapan atas perbuatan hukum tertentu.[4]
C. Tanggung Jawab Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS)
Pasal
40 KUH Dagang menjelaskan mengenai pembatasan tanggung jawab dari pemegang
saham. Hal ini berarti segala risiko kerugian sepenuhnya dibebankan kepada
kumpulan modal yang berasal dari pendiri dan tau orang-orang pemegang saham
yang dipisahkan dari harta kekayaannya dan merupakan kekayaan PT bukan kepada
harta kekayaan pemegang sahamnya.
Ketentuan
Pasal 40 KUH Dagang ini dipertegas kembali dalam Pasal 3 UUPT No. 1 Tahun 1995
dan ketentuan pasal 3 UU PT No. 40 tahun 2007.
Pasal
3 UUPT tahun 1995 berbunyi “pemegang saham tidak bertanggung jawab secara
pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama PT dan tidak bertangggung jawab
atas kerugian PT melebihi nilai saham yang diambilnya”.
Sedangkan
Pasal 3 ayat (1) UUPT Nomor 40 Tahun 2007 menjelaskan:
a. Pemegang
saham perseroan, tidak bertanggung jawab secara pribadi (personal liability) atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan
maupun atas kerugian yang dialami perseroan.
b. Risiko
yang ditanggung pemegan saham, hanya sebesar investasinya atau tidak melebihi
saham yang dimilikinya pada perseoan.
c. Dengan
demikian, pada prinsipnya pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi
atau secara incividual atas untng perseroan.
Dari ketentuan pasal 3 UUHT, sudah jelas bahwa
apabila dikemudian hari timbul tanggung jawab hukum yang harus dipenuhi oleh
suatu PT, maka pertanggungjawabannya semata-mata dibeankan pada harta yang
terkumpul dalam perseroan tersebut. Dengan kata lain, secara hukum PT mempunyai
pertanggungjawaban sendiri, walaupun harta kekayaan itu berasal dari para
pesero atau pemegan saham, harta itu terpisan sama sekali dengan harta kekayaan
masing-masing pesero atau pemegang saham.[5]
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan makalah ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa RUPS adalah organ
Perseroan Terbatas yang memiliki kewenangan esklusif yang tidak dimiliki oleh
Direksi dan Dewan Komisaris. Kewenangan dan tanggung jawab RUPS diatur dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas, Anggaran Dasar Perseroan dan Kitab
Undang-undang Hukum Dagang.
B.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari makalah
ini yakni bahwa seharusnya para pemangku kepentingan dalam sebuah Perseroan
Terbatas dapat memahami secara menyeluruh terkait ketentuan-ketentuan mengenai
Perseroan Terbatas yang diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang maupun peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan Perseroan Terbatas
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
Kurniawan,
(2014), Hukum Perusahaan, Genta
Publishing, Yogyakarta.
Sri
Redjeki Hartono, (1985), Bentuk Bentuk
Kerjasama Dalam Dunia Niaga, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945,
Semarang.
Abdulkadir
Muhammad, (1999), Hukum Perusahaan
Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang
Perseroan Terbatas.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas.
[1]
Sri Redjeki Hartono, Bentuk Bentuk
Kerjasama Dalam Dunia Niaga, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945,
Semarang, 1985, Hal 47
[2]
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1999, Hal 76
[3]
Kurniawan, Hukum Perusahaan, Genta
Publishing, Yogyakarta, 2014, Hal 66
[4]
Ibid, Hal 66-69
[5]
Ibit, Hal 70
Tidak ada komentar:
Posting Komentar